Konsep Pembagian Harta bersama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

Pernikahanan adalah sebuah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan membntuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketika hubungan wanita dan laki-laki terjalin dalam ikatan perkawinan maka timbulah hak dan kewajiban sebagaimana ketentuan yang mengaturnya. Salah satu hak yagn timbul akibat pernikahan adalah harta bersama, di dalam harta tersebut tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing dari pihak suami atau istri dapat berupa harta bergerak ataupun tidak bergerak. 

Harta gono gini menjadi salah satu bagian dari hak kedua belah pihak apabila terjadi perceraian. harta gono gini dapat diartikan sebagai harta yang diperoleh atas hasil usaha mereka bersama sejak awal perkawinan dalam hal ini tidak termasuk harta yang bersumber dari harta bawaan sebelum pernikahan ataupun harta yang diapat melalui warisan, hibah atau wasiat. 

Pembagian harta bersama menurut hukum di Indonesia dapat mengacu pada UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan serta Komplimasi hukum Islam. Secara umum konsep pembagian harta bersama menurut pasal 37 UU No 1/1974 pembagian harta bersama mengacu pada ketentuan hukum masing-masing dari pasangan suami istri dapat mengacu pada Hukum adat atau hukum Islam. Namun setelah terbit Putusan MA No 1448/SIP/1974 menegaskan bahwa apabila terjadi perceraian maka harta bersama yang diperoleh ketika perkawinan harus dibagi sama rata antara kedua belah pihak, hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 96-97 KHI bahwa perpisahan antara pasangan suami istri akibat cerai hidup ataupun cerai mati maka masing-masing pihak berhak mendapat sebagian dari harta bersama tersebut.

Posting Komentar

0 Komentar