Pengantar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi yang dirumuskan dalam amandemen UUD 1945 pada 9 November 2001 yang kemudian dibentuk pada tanggal 13 Agustus 2003 melalui UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kehadiran MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menandai era baru dalam sistem kekuasaan kehakiman, yang sebelum beberapa wilayah hukum belum tersentuh oleh hukum sekarang dapat dilakukan melalui MK salah satunya terkait judicial review. 

A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi 

Pada dasarnya gagasan terkait judicial review sudah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya ketika Soepomo dan M. Yamin mendiskusikan terkait rancangan konstitusi. wacana judicial review terus berkembang hingga orde baru. Sejarah berdirinya lembaga MK dipengaruhi oeh ide gagasan dalam perkembangan pemikiran hukum kenegaraan modern abad ke-20. Hingga pada era reformasi tepatnya ketika amandemen ketiga UUD 1945 ketentuan MK dirumuskan dalam Pasal 24 ayat 2, Pasal 24C dan Pasal 7B pada 9 November 2001. 

Secara subtansi kedudukan MK diperuntukkan sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu dibidang kenegaraan dalam rangka menjaga konstitusi secara bertanggung jawab sesuai kehendak rakyat dan cita demokrasi.

Secara kewenangan menurut Pasal 24C ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945 MK memiliki wewenang dan kewajiban sebagai berikut: 

  1. Menguji UU terhadap UUD 1945; 
  2.  Memutus sangketa kewenangan lembaga negara, yang kewenangannya diatur UUD 1945;
  3. Memutus pembubaran Partai Politik;
  4. Memutus perselisihan hasil Pemilu.
Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden/Wakil diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara baik korupsi, penyuapan dan tindak pidana berat lainnya. Hingga dalam perkembangannya kewenangan MK bertambah lagi satu yakni memutus sangketa Pilkada ( Pasal 236C UU No 12/2008). Adapun hukum acara yang digunakan MK mengacu pada UU No 24/2003 baik terkait aturan umum ataupun aturan khusus. 

B. Susunan Organisasi Mahkamah Konstitusi 

Susunan MK terdiri dari Ketua merangkap anggota, Wakil ketua merangkap anggota dan 7 orang anggota hakim Konstitusi, sehingga total ada 9 hakim, di mana 3 dari masing-masing hakim tersebut diajukan oleh DPR, Presiden dan Mahkamah Agung. Kemudian untuk pengangkatan ketua dan wakil MK dipilih melalui pemilihan yang dihadiri paling sedikit 7 Hakim Konstitusi. 

C. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi 

Pada ketentuan Mahkamah Konstitusi tidak dijelaskan secara spesifik terkait definisi hukum acara mahkamah konstitusi. Meskipun demikian pada dasarnya hukum acara MK ditujukan sebagai kaidah hukum yang bertujuan menegakkan, mempertahankan, dan menjamin ditaatinya hukum materil dalam praktik pengadilan MK. Hukum materil MK sendiri secara subtansif lebih banyak berkaitan dengan persoalan politik dan kenegaraan. 

Dalam UU MK sendiri berisi aturan mengenai formil berjumlah 58 Pasal dan materil berjumlah 30 Pasal. Dalam Hukum acara MK dikenal dengan contentious procesrecht (Mengadili perkara sekurang-kurangnya 2 pihak yang berlawanan) dan non contentious procesrecht (Hanya satu pihak atau disebut permohonan).  

D. Asas-Asas dan Sumber Hukum Mahkamah Konstitusi 

Asas bukanlah kaedah hukum konkrit melainkan latar belakang dari peraturan yang bersifat umum atau abstrak, Asas dapat bersiat mengikat dan dapat bersifat sebagai nilai etis atau pedoman kaidah. Pada dasarnya asas hukum materil MK bersifat publik, sehingga tidak heran hukum acaranya pun berkaitan asas-asas hukum publik. Mengingat Asas hukum ada yang bersifat khusus yang hanya berlaku dalam bidang hukum secara sempit dan asas yang bersifat umum berlaku bagi seluruh bidang hukum.  Beberapa asas Mahkamah Konstitusi antara lain: 

  1. Asas Independensi/ Noninterfentatif, bersifat merdeka dan tidak mendapat intervensi dari pihak atau lembaga lain dalam mengadilli perkara;
  2. Asas Praduga Rechmatige, permohonan atau perkara yang diajukan harus dianggap sah sebelum ada putusan MK yang menyatakan pembatalannya, misalnya uji UU terhadap UUD;
  3. Asas terbuka untuk umum, sidang dapat dihadiri publik sebagai bentuk social control dengan tetap mengikuti tata aturan MK ketika sidang, namun dalam musyawarah hakim tetap bersifat tertutup;
  4. Asas Hakim Majelis, dalam sidang pleno hakim MK dihadiri 9 hakim MK, kecuali dalam sidang keadaan luar biasa dengan 7 orang hakim yang dipimpin ketua MK;
  5. Asas Objektivitas, Hakim atau pantera wajib mengundurkan diri dalam mengadili perkara yang memiliki sangkut paut keluarga sedarah atau semenda sampa derajat ketiga termasuk mantan suami istri;
  6. Asas Keaktifan hakim Konstitusi, hakim bersifat aktif dalam sidang untuk menelusuri bukti bahkan hakim berhak memanggil pihak yang berperkara sekalipun sudah diwakili oleh kuasa hukum;
  7. Asas Pembuktian Bebas, keyakinan hakim dalam memutus perkara sekurang-kurangnya didasarkan oleh dua alat bukti, hakim MK juga berhak mencari pembuktian secara bebas termasuk menemukan alat bukti yang baru;
  8. Asas berkekuatan hukum tetap dan final, putusan MK bersifat hukum tetap sejak diucapkan oleh hakim dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum;
  9. Asas putusan mengikat erga omnes, putusan MK tidak hanya bersifat mengikat pihak yang berperkara namun juga wajib ditaati siapapun (erga omnes);
  10. Asas Sosialisasi, hasil putusan wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat baik melalui media cetak atau media lainnya;
  11. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.
Adapun sumber hukum formil atau pembentukkan dari mana materi hukum itu diambil, berikut beberapa sumber hukum Mahkamah Konstitusi di antaranya adalah:
  • UUD 1945;
  • UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
  • Hukum Kebiasaan (tidak tertulis);
  • Peraturan-Peraturan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi;
  • Yurisprudensi MK;
  • Perjanjian International;
  • Doktrin Ahli Hukum.

Posting Komentar

0 Komentar